Bahwa untuk mengetahui secara positif
tentang Sejarah Desa Gegesikkidul sejak dahulu kala kurang mendapat kejelasan
atau dengan istilah sejarah PETENG ( Gelap), walaupun demikian kami berusaha
mendapatkan bebrapa keterangan yang patut untuk dipercaya, yaitu dari para
sesepuh Desa Gegesik 4 dan tokoh masyarakat seperti Bapak h. Sujana almarhum
yang kami himpun untuk menjadi catatan sejarah Desa Gegesikkidul yaitu sebagai
berikut :
Pada
awalnya konon ceritanya ada seorang laki-laki yang mempunyai gelar PANGERAN
GESANG yang berkedudukan di Desa Gesik Kecamatan Cirebon Barat Kabupaten
Cirebon yang mendapat julukan KI GEDE GESIK kemudian mempunyai keturunan 3
(tiga) orang laki-laki dan seorang perempuan yang masing-masing bernama :
1. KI JAGABAYA
2. KI SUMARENG
3. KI BALURAN
4. NYI. MERTASARI
1. KI JAGABAYA
2. KI SUMARENG
3. KI BALURAN
4. NYI. MERTASARI
Pangeran
GESANG alian Ki Gede Gesik sebelum dumulainya babad hutang sudah mempunyai hak
tanah cakrahan diujung utara perbatasan Cirebon dan Indramayu. Setelah ke 4
(empat) orang anak Pangeran Gesang alias Ki Gede Gesik menginjak usia dewasa,
mereka menuntut/meminta kepada ayahnya agar masing-masing mendapatkan bagian
tanah milik ayahnya, kemudian Pangeran Gesang alias Ki Gede Gesik berunding
dengan Ki Kutub alias Sunan Gunung Jati Cirebon dan Ki Sangkan alias Ki Kuwu
Cirebon yang kemudian akhirnya disetujui permintaan tersebut. Selanjutnya Pangeran
Gesang alias Ki Gede Gesik memerintahkan kepada ke 4 (empat) anaknya tersebut
untuk membagi tanah cakrahannya yang ada di bagian utara perbatasan Cirebon dan
Indramayu, mereka diikuti oleh seorang utusan dari Sunan Gunung Jati Cirebon
yang bernama KIWARGA.
Dalam acara
pembagian tanah tersebut ke 4 (empat) orang anaknya Pangeran Gesang alias Ki
Gede Gesik ternyata berselisih pendapat, ke 3 (tiga) orang anak laki-laki
berpendapat bahwa pembagian tanah bagi anak laki-laki tidak boleh disamakan
dengan anak perempuan, dan bagian untuk anak perempuan hanya selembar paying
saja. Pendirian ke 3 (tiga) anak laki-laki tersebut ditentang oleh seorang anak
perempuan, akhirnya terjadi percekcokan tiga melawan satu, akibat dari
percekcokan tersebut, akhirnya pembagian tanah tidak bias diselesaikan walaupun
adanya seorang utusan dari Sunan Gunung Jati. Sehingga Sunan Gunung Jati
mengiirim utusan lagi yang bernama Ki Panunggul asal dari pajajaran dengan
harapan dapat menyelesaikan perselisihan tersebut. Oleh Ki Panunggul diadakan
sayembara, barang siapa dari ke 4 (empat) anak Ki Gede Gesik itu dapat
menciptakan hewan (binatang) ini hutan, maka tanah cakrahan ayahnya akan jatuh
kepadanya dan menjadi hak miliknya. Didalam sayembara ini Ki Panunggul
bertindak selaku juri, sedangkan Ki Warga bertindak selaku saksi. Sayembara
tersebut oleh ke 4 (empat) anaknya disetujui, lalu secara berurutan
masing-masing anak menggunakan kesaktiannya antara lain :
KI JAGABAYA :
Dengan tiba-tiba menciptakan kuda berekor panjang dengan berkeracak baja, dan seekor anjing berbulu tebal;
KI BALURAN :
Dengan tusukan jarinya ke dalam tanah tiba-tiba keluarlah seekor ular besar sebesar pohon kelapa;
KI SUMERANG :
Dengan tangannya menepuk air sungai sehingga menjadi kering, kemudian timbul buaya putih yang cukup besar (Desa Bayalangu ada blok Kaliasat);
NYI. MERTASARI :
Menunjuk-nunjukan tangannya kekanan dan kekiri sambil menyebut-nyebut nama hewan dengan kalimat : Banteng, harimau, singa dan dengan tiba-tiba binatang yang disebut oleh Nyi Mertasari bermunculan satu peprsatu
KI JAGABAYA :
Dengan tiba-tiba menciptakan kuda berekor panjang dengan berkeracak baja, dan seekor anjing berbulu tebal;
KI BALURAN :
Dengan tusukan jarinya ke dalam tanah tiba-tiba keluarlah seekor ular besar sebesar pohon kelapa;
KI SUMERANG :
Dengan tangannya menepuk air sungai sehingga menjadi kering, kemudian timbul buaya putih yang cukup besar (Desa Bayalangu ada blok Kaliasat);
NYI. MERTASARI :
Menunjuk-nunjukan tangannya kekanan dan kekiri sambil menyebut-nyebut nama hewan dengan kalimat : Banteng, harimau, singa dan dengan tiba-tiba binatang yang disebut oleh Nyi Mertasari bermunculan satu peprsatu
Oleh karena itu diputuskan oleh Ki
Panunggul selaku juri bersama Ki Werga selaku saksi, bahwa yang berhak
spemenang sayembara dan berhak memiliki tanah cakrahan ayahnya adalah Nyi
Mertasari, sedangkan ke 3 (tiga) anak laki-laki semuanya dinyatakan kalah dan
tidak berhak memilikinya. Akibat dari kekalahan tersebut ke 3 (tiga) anak
laki-laki merasa menyesal, kemudian mereka berusaha melalui Ki Warsiki (Ki Gede
Kedungdalem) dan mengusulkan kepada Sunan Gunung Jati Cirebon tidak keberatan
apabila Nyi Mertasari menyetujuinya, Nyi. Metasari yang menentukan batas-batas
tanah bagian tersebut, yaitu :
KI JAGABAYA :
Diberi tanah bagian sebelah utara yang selanjutnya disebut Ke Gede Jagapura;
KI SUMERANG :
Diberi tanah bagian sebelah selatan yang selanjutnya disebut Ki Gede Bayalangu;
KI BALURAN :
Diberi tanah bagian senelah barat laut yang selanjutnya disebut Ki Gede Duwa;
KI JAGABAYA :
Diberi tanah bagian sebelah utara yang selanjutnya disebut Ke Gede Jagapura;
KI SUMERANG :
Diberi tanah bagian sebelah selatan yang selanjutnya disebut Ki Gede Bayalangu;
KI BALURAN :
Diberi tanah bagian senelah barat laut yang selanjutnya disebut Ki Gede Duwa;
Sedangkan
Nyi. Mertasari menentukan tanah bagiannya sendiri, yaitu dibagian tengah yang
selanjutnya disebut Nyi Gede Gegesik dan ditetapkan pula sebagai pimpinan di
daerah itu karena keunggulannya dalam sayembara.
Selanjutnya Ki Panunggul yang
bertindak sebagai juri dalam sayembara merasa
tertarik oleh kesaktiannya Nyi. Mertasari atau Nyi. Gede Gegesik,
disamping tertarik dengan bentuk orangnnya yang anggun, kemudian timbul
keinginan Ki Panunggul untuk mengawini Nyi. Mertasari menjadi permaisurinya.
Dengan persetujuan keluarga, Ki Panunggul menghubungi Ki Lebe Embat-Embat
Kecamatan Weru untuk mengawinkannya. Oleh karena itu Ki Lebe Embat-Embat sedang
sibuk, maka disarankan untuk memohon bantuan kepada Ki Lebe Bakung. Kemudian Ki
Lebe Bakung lah yang mengawinkan Ki PAnunggul dengan Nyi. Mertasari dan didalam
perkawinan tersebut dikaruniai 2 (dua) orang anak, seorang laki-laki dan
seorang perempuan. Kemudian Ki Lebe Bakung berhasrat untuk mengawini putrid Nyi
Gede Gesik. Oleh Ki Warga dikatakan KAPIASEM TEMEN habis mengawinkan ibu
bapaknya sedangkan putrinya akan dikawininya.
Terbentuknya Desa Gegesikkidul
Dari catatan sejarah
Desa Gegesikkidul menerangkan, dengan adanya kata kapiasem itulah kemudian Ki
Lebe Bakung mendapat julukan Ki Lebe Asem, dan menikah dengan putri Ki Gede
Gegesik dan dikaruniai
2 (dua) orang anak laki-laki dan setetlah dewasa meminta bagian tanah neneknya
(Nyi. Mertasari alias Nyi Gede Gegesik). Dengan nasihat Ki Warga akhirnya Nyi.
Mertasari menyerahkan tanahnya kepada kedua cucunya, yang terbagi atas daerah
KERADENAN yang kemudian terkenal hingga sekarang menjadi DESA GEGESIKKIDUL dan
daerah KETEMBOLAN yang kemudian terkenal hingga sekarang menjadi DESA
GEGESIKLOR.
Selanjutnya
Ki Lebe Asem dikaruniai 2 (dua) orang anak lagi dan kedua orang anak tersebut
minta bagian tanah kepada neneknya (Nyi. Metasari) yang akhirnya daerah
KERADENAN yang sekarang menjadi DESA GEGESIKKIDUL dibagi menjadi 2 (dua) daerah
dengan nama daerah yang baru dibentuknya yaitu KEDAYUNGAN yang kemudian
terkenal menjadi DESA GEGESIKWETAN, sedangkan daerah KETEMBOLAN yang kini DESA
GEGESIKLOR juga dibagi menjadi 2 (dua) daerah dengan daerah barunya KECAWETAN
yang kemudian terkenal dengan nama DESA GEGESIKKULON.
Oleh karena
itu Desa Gegesik 4 yaitu Desa Gegesikidul, Gegesiklor, Gegesikwetan dan
Gegesikkulon adalah satu keluarga dan satu keturunan yang sudah seharusnya
selalu kompak dan bersatu padu, disamping itu pula kerukunan antar warga dan
umat beragama tetap menjadi satu, salah satu contoh dalam pembangunan mesjid
dibangun dan dibiayai bersama oleh masyarakat Desa Gegesik 4 serta masih ada
kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Menurut
catatan sejarah yang ada bahwa mulai adanya Pemerintahan tingkat Desa khususnya
Desa Gegesikkidul ini dimulai sejak tahun 1850 dengan sebutan Kepala Desanya
adalah Kuwu.
Nama-nama
Kuwu dari dulu sampai sekarang yaitu sebagai berikut :
- SAMUR masa jabatan 1850 s/d 1871
- SATRUN masa jabatan 1871 s/d 1892
- SEMUT alias JULIMAN masa jabatan 1892 s/d 1906
- SANIPAH masa jabatan 1906 s/d 1917
- Haji AMBYAH masa jabatan 1917 s/d 1919
- KASTA WIKRAMA masa jabatan 1919 s/d 1928
- ASNAN masa jabatan 1928 s/d 1930
- SANGID masa jabatan 1930 s/d 1936
- LABUR masa jabatan 1936 s/d 1938
- MUKSIN masa jabatan 1938 s/d 1946
- MURSADA masa jabatan 1946 s/d 1947
- TARSAN masa jabatan 1947 s/d 1948
- DULLAH masa jabatan 1948 s/d 1960
- H. MOCH. AMIR masa jabatan 1960 s/d 1989
- H. SUDARMO. S masa jabatan 1989 s/d 2009
- R A H M A T masa jabatan 2009 s/d Kini
Kesuwun info lan ceritane, dadi weruh sejarah mbok buyute wong gesik.
BalasHapusMantap juga ne desa, bisa lengkap kyak gni biografinya...
BalasHapusMaju terus desa gegesik kiduk....
Saya sbge kelahiran asli putra Gegesik kidul.sangt bngga dngn arsip sejara yg lengkp
Hapusterimakasih informasinya, mau nanya awalnya cerita di gegesik banyak kesenian-kesenian itu seperti apa?
BalasHapusTerima kasih atas informasi sejarah Gegesik. Walaupun singkat tapi jelas. Paling tidak saya yg kelahiran Gegesiklor tahu tentang kakek buyut. Putra-putri pribumi Gegesik jaman sekarang perlu diinformasikan sbg muatan lokal sejarah. Terimakasih kepada sesepuh yang telah menulis sejarah Gegesik.
BalasHapusini kurang lengkap..di sini tidak di tulis KI.SANGLING
BalasHapusTOLONG DI EDIT KEMBALI
HapusKi Salam Sawidin bin Ki Sangling gegesik lor Cirebon, Ki Salam nikah dgn Nyi Antijem putri dari Eyang Jaya Sri Tasikmalaya, dan dikarunia 5 orang anak putra dan putri
HapusMohon penjelasan eristiwa penculikan kuwu muksin
BalasHapusAri Kula pernah ngrungu ana Kuwu janah Gegesik kang peduli Karo makmure mesjid. Iku Kuwu Gegesik ndi y?
BalasHapusWarga kecamatan Gegesik orang tuanya ada di desa Gesik kecamatan tengah tani jadi harus hormat dan ingat
BalasHapus