Sebagai perwujudan
demokrasi, di desa dibentuk BadanPermusyawaratan Desa yang dulunya Lembaga
Musyawarah Desa (LMD) yang
berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama Kuwu , menampung danmenyalurkan aspirasi masyarakat.
Anggota Badan Permusyawaratan Desaadalah wakil dari penduduk desa bersangkutan
yang ditetapkan dengan caramusyawarah dan mufakat. BPD merupakan mitra dalam
memberdayakanmasyarakat desa yang anggotanya terdiri dari tokoh masyarakat, RT,
RW yangdipilih oleh rakyat. Kuwu dan
perangkat desa tidak boleh menjadianggota maupun ketua BPD, sehingga Kades
tidak mempunyai peran pentingbahkan kades diawasi oleh BPD. Sedangkan LMD
seperti di jelaskan dalamUndang-Undang No. 5 tahun 1974 dan Undang-Undang No. 5
tahun 1979yang mengatur tentang LMD dimana pengurus LMD terdiri dari perangkat
desatokoh masyarakat dan ketuanya adalah Kuwu sehingga tampak Kadesmempunyai peranan penting
di desa atau otonom.
Namun apakah Badan
Permusyawaratan Desa yang dibentuk tersebutdalam realisasinya sudah dapat
mengontrol pemerintah desa dan sebaliknyaapakah pemerintah desa dengan
sistem pemerintahan yang baru ini juga
sudahsiap untuk dikontrol oleh rakyat melalui badan tersebut? Disinilah
partisipasirakyat melalui Badan Permusyawaratan Desa ini akan terlihat, karena
lewatBadan Permusyawaratan Desa ini masyarakat dapat ikut menentukan
kebijakandalam penyelenggaraan pemerintahan desanya dengan fungsi legislasi
dankontrol yang dimiliki.
Badan perwakilan Desa atau
disebut dengan nama lain adalahlembaga perwakilan rakyat Desa yang menjalankan
fungsi artikulasi & agregasikepentingan warga Desa; fungsi legislasi
(pengaturan); fungsi budgeting danfungsi pengawasan. Keanggaotaan Badan
Perwakilan Desa dapat dipilih atauberdasarkan musyawarah secara berjenjangecara
berjenjang sesuai dengan adatistiadat dan tradisi setempat. BPD mencerminkan
perwakilan unsur-unsur ataukelompok-kelompok dalam masyarakat Desa, termasuk
kuota 30% untuk kaumperempuan. Kedudukan, mekanisme pemilihan, persyaratan,
jumlah, fungsikontrol wewenang, kewajiban, hak, larangan, mekanisme rapat,
penghasilantetap dan atau tunjangan dari BPD selanjutnya diatur dalam Peraturan
Daerah.
Agar BPD representatif dan
bekerja secara efektif, maka ia diDesain sebagai“pekerjaan” yang full time
(bukan sambilan). Jika BPD hanya sebagai“pekerjaan” sambilan, maka ia hanya
didominasi oleh kelompok tokohmasyarakat dan PNS, yang berarti tidak
mencerminkan keterwakilan banyak
kelompok dalam Desa. Disain
yang full time itu juga sebagai respons danpersiapan untuk menghadapi banyaknya
kewenangan dan perencanaan yangdidesentralisasikan ke Desa. Konsekuensinya, BPD
juga memperoleh gaji sepertihalnya perangkat Desa.
BPD menjalankan fungsi
legislatif (penyusunan peraturan Desa),konsultatif (perencanaan pembangunan
Desa), menyerap aspirasi masyarakat,dan kontrol terhadap pemerintah Desa. BPD
menjadi institusi untuk menjagaakuntabilitas horizontal. Dalam konteks
akuntabilitas horizontal itu, pemerintahDesa atau Kuwu , bertanggungjawab
kepada rakyat melalui BPD, danmenyampaikan keterangan pertanggungjawaban kepada
Bupati sebagai bahanuntuk evaluasi, supervisi dan pembinaan. Di samping itu,
penting juga diaturapakah anggota parlemen Desa ini bersifat sukarela
(volunteer) atau digajidengan imbalan layaknya perangkat Desa.
Berbagai permasalahan
BPD yang dikeluhkan di Desa-Desa lain di
antaranya, adanya konflik yang tak terselesaikan dan berkepanjangan antara BPD
dan Kuwu, tidaklah didapati di Desa Gegesik Kidul ini, juga kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan
Permusyawaratan Desa(BPD) dalam menjalankan perannya dalam penyelenggaraan
pemerintahantingkat desa juga tidak didapati di Desa Gegesik Kidul ini.
Hal ini dapat dilihat dari :
• Kantor
• Anggaran
• Buku Data Keputusan BPD
• Buku Data anggota BPD
• Buku data Kegiatan BPD
• Buku sekretariat BPD
• Inventaris BPD
Semuanya tersedia, tertata
dan terisi dengan baik.